Selasa, 29 November 2011

Leucopsar rothschildi (Jalak Bali)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Organisme dikatakan survive jika dapat bertahan terhadap seleksi alam dengan cara beradaptasi dan melakukan reproduksi sehingga memiliki keturunan yang dapat mempertahankan kelangsungan generasi organisme tersebut. Pada kenyataannya di alam, tidak semua makhluk hidup dapat meneruskan keberlangsungan hidupnya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, baik dari organisme itu sendiri ataupun dari lingkungan tempat hidupnya. Berdasarkan hal tersebut, secara umum organisme dapat digolongkan menjadi organisme kosmpolit dan organisme endemik. Organisme kosmopolit lebih resisten terhadap lingkungan daripada organisme endemik.
Salah satu contoh organisme endemik adalah Jalak Bali (Leucopsar rothschildi).
Organisme ini hanya terdapat di Pulau Bali, Indonesia dan statusnya dilindungi oleh undang-undang karena hampir punah.

B.    Perumusan Masalah
Bagaimana distribusi Leucopsar rothschildi di Indonesia. Mengapa persebarannya bersifat endemik. Faktor apa saja yang membuat persebaran L. Rothschildi menjadi bersifat endemik.

C.    Tujuan
Mengetahui distribusi Leucopsar rothschildi dan faktor yang membatasi distribusinya sehingga bersifat endemik.

BAB II
ISI

A.    Klasfikasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
Kingdom    : Animalia
 Phylum    : Chordata
Class        : Aves
Ordo        : Passeriformes
 Familia    : Sturnidae
Genus        : Leucopsar
 Spesies    : Leucopsar rothschildi
B.    Morfologi Jalak Bali
•    Bulu
Sebagian besar bulu Jalak Bali berwarna putih bersih, kecuali bulu ekor dan ujung sayapnya berwarna hitam.
•    Mata
Mata berwarna coklat tua, daerah sekitar kelopak mata tidak berbulu dengan warna biru tua.
•    Jambul
Burung Jalak Bali mempunyai jambul yang indah, baik pada jenis kelamin jantan maupun pada betina.
•    Kaki
Jalak Bali mempunyai kaki berwarna abu-abu biru dengan 4 jari jemari (1 ke belakang dan 3 ke depan).
•    Paruh
Paruh runcing dengan panjang 2 - 5 cm, dengan bentuk yang khas dimana pada bagian atasnya terdapat peninggian yang memipih tegak. Warna paruh abu-abu kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecoklat-coklatan.
•    Ukuran
Sulit membedakan ukuran badan burung Jalak Bali jantan dan betina, namun secara umum yang jantan agak lebih besar dan memiliki kuncir yang lebih panjang.
•    Telur
Jalak Bali mempunyai telur berbentuk oval berwarna hijau kebiruan dengan rata-rata diameter terpanjang 3 cm dan diameter terkecil 2 cm.

C.    Sejarah Jalak Bali
Jalak Bali ditemukan pertama kali oleh Dr. Baron Stressmann, seorang ahli burung berkebangsaan Inggris pada tanggal 24 Maret 1911. Nama ilmiah Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dinamakan sesuai dengan nama Walter Rothschild, pakar hewan berkebangsaan Inggris yang pertama kali mendeskripsikan spesies pada tahun 1912. Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa yang hidup liar, atau di habitat aslinya, jumlah populasinya amat langka dan terancam punah. Diperkirakan, jumlah spesies ini hanya terdapat sekitar belasan ekor saja di alam. Karena itu, Jalak Bali memperoleh perhatian cukup serius dari pemerintah Republik Indonesia, yaitu dengan ditetapkannya makhluk tersebut sebagai satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, Jalak Bali merupakan satwa yang dilarang diperdagangkan kecuali hasil penangkaran dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam).
Di habitat aslinya, jalak bali sangat rawan diburu, sehingga populasinya diperkirakan hanya tinggal belasan ekor. Selain itu, kerusakan lingkungan yang masih terjadi di Taman Nasional Bali Barat turut menghambat pertumbuhan populasi burung ini. Tidak mengherankan apabila survei terbaru yang dilakukan awal tahun 2005 hanya ditemukan 5 ekor Jalak Bali di alam.

D.    Habitat dan Distribusi Jalak Bali
Jalak Bali tinggalnya di hutan hujan dataran rendah yang ada di Taman Nasional Bali Barat. Hal yang luar biasa dari hutan tersebut adalah perubahan warna yang terjadi setiap pergantian musim. Bila musim hujan, maka yang tampak adalah warna hijau pepohonan yang tumbuh subur dengan diselingi berbagai warna bunga yang indah. Namun pemandangan itu berubah drastis ketika musim kemarau datang. Warna hijau berganti dengan warna coklat yang kering dan panas. Daun-daunan di pepohonan berguguran seolah-olah pohon itu mati. Jika kita memandang kearah hutan, maka kita akan merasakan seolah-olah terbakar karena panasnya luar biasa. Di hutan itulah Jalak Bali tinggal. Mereka mencari makan, tidur dan berkembangbiak hanya di hutan itu, dan tidak ada satupun tempat di dunia ini yang ada Jalak Bali selain di hutan Taman Nasional Bali Barat. Hutan telah menyediakan sumber makanan yang cukup untuk kebutuhan Jalak Bali, seperti buah-buahan dan serangga. Mereka tidak perlu bersusah payah untuk mencari makanan. Untuk tempat tinggal, Jalak Bali lebih menyukai pohon Pilang yang banyak terdapat serangga dan ulat yang. Sedangkan untuk tempat bertelur, Jalak Bali menggunakan lubang di pohon bekas sarang Burung Pelatuk yang sudah ditinggalkan penghuninya.
Namun, kini habitat Jalak Bali mulai mengalami tekanan. Setiap hari masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan Taman Nasional secara sembunyi-sembunyi mencari kayu bakar di habitat Jalak Bali. Mereka mencari kayu bakar tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga untuk dijual ke luar desa. Tak jarang ketika mereka menebang pohon untuk kayu bakar, pohon yang ditebang berisi sarang Jalak Bali sehingga ikut hancur. Lama kelamaan kondisi habitat Jalak Bali memprihatinkan, dari luar kelihatan lebat sekali, tetapi kalau kita masuk ke dalamnya, maka akan terlihat dengan jelas kerusakan yang cukup parah, ibaratnya seperti lapangan bola. Sementara itu, Jalak Bali kondisinya semakin terjepit karena tempat tinggalnya semakin menyempit. Lebih sulit lagi karena burung pelatuk yang ada kini semakin sulit ditemui, entah kemana. Jalak Bali semakin kesulitan ketika musim kawin tiba. Jika kawinnya sudah, maka mereka pusing mencari tempat untuk bertelur karena bekas sarang pelatuk sudah sangat sulit ditemukan.


Musim kawin jalak bali biasanya berlangsung Oktober-November, mereka membuat sarang di pepohonan dengan tinggi kurang dari 175 cm. Mereka suka semak-semak dan pohon palem di tempat terbuka, berbatasan dengan kawasan hutan yang rimbun dan tertutup. Bahkan, di masa lalu tak jarang dijumpai jalak bali yang membuat sarang di perkebunan kelapa dekat permukiman penduduk. Kesukaannya hidup di tempat terbuka ini pula yang membuat mereka mudah ditangkap di alam.Untuk mengembalikan populasi jalak bali, tidak hanya penangkaran yang dilakukan tetapi juga upaya penyelamatan dan penjagaan hutan yang menjadi habitatnya.
Kepunahan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di habitat aslinya disebabkan oleh deforestasi (penggundulan hutan) dan perdagangan liar. Bahkan pada tahun 1999, sebanyak 39 ekor Jalak Bali yang berada di pusat penangkaran di Taman Nasional Bali Barat, di rampok. Padahal penangkaran ini bertujuan untuk melepasliarkan satwa yang terancam kepunahan ini ke alam bebas. Untuk menghindari kepunahan, telah didirikan pusat penangkaran yang salah satunya berada di Buleleng, Bali sejak 1995. Selain itu sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia juga menjalankan program penangkaran Jalak Bali. Tetapi tetap muncul sebuah tanya di hati saya; mungkinkah beberapa tahun ke depan kita hanya akan menemui Jalak Bali, Sang Maskot Bali, di balik sangkar-sangkar kebun binatang. Suatu hal yang ironis, melihat sebuah maskot yang harus dikurung dalam kerangkeng besi.
•    Sejak tahun 1966, IUCN ( International Union for Conservation of Natur and Natural Resources) telah memasukan Jalak bali ke dalam Red Data Book, yaitu buku yang memuat jenis flora dan fauna yang terancam punah.
•    Dalam konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES ( Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) Jalak bali ter daftar dalam Appendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan.
•    Pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26 Agustus 1970, yang menerangkan antara lain burung Jalak Bali dilindungi undang-undang.
•    Dikategorikan sebagai jenis satwa endemik Bali, yaitu satwa tersebut hanya terdapat di Pulau Bali (saat ini hanya di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat), dan secara hidupan liar tidak pernah dijumpai dibelahan bumi manapun di dunia ini.
•    Oleh Pemerintah Daerah Propinsi Bali dijadikan sebagai Fauna Symbol Propinsi Bali.





Gambar 1. Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
E.    Populasi  Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
Menurut Anonimous, (1999) bahwa kondisi populasi Jalak Bali Leucopsar rothschildi) sejak tahun 1974 sampai tahun 1997 cenderung berfluktuasi lebih dipengaruhi oleh konflik kepentingan kawasan dimana beberapa bagian habitat alaminya tergusur karena kepentingan konversi (perubahan system), selain dari itu laju pertumbuhan penduduk dengan berbagai kepentingannya berpengaruh nyata makin menekan laju pertumbuhan populasi . Sementara pada saat ini ruang hunian (home ring) dari pada Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) tidak lebih dari 1000 hektar pada 2 lokasi yaitu di Teluk Berumbun wilayah Semenanjung Prapat agung dan Tanjung Gelap wilayah Pahlengkong.

DINAMIKA POPULASI
Berdasarkan sejarah penyebaran terdahulu pada periode 10 tahun terakhir diketahui bahwa burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) memiliki wilayah sebaran relative cukup luas antara lain masih dijumpai diwilayah Semenanjung Prapat Agung tepatnya di wilayah Teluk Kelor yang meliputi Asam Kembar, Kali Ombo, Bukit Kelor, Bukit Utama, Kesambi pos, gondang barat dan lembah kesambi. Sedangkan wilayah Teluk Berumbun meliputi daerah Trianggulasi, Kesambi tali, Gondang timur, Laban lestari, menara Shaolin, Kemloko bawah/ belakang atas pos, bukit ponton timur kubah dan kelompang.

Pada wilayah hunian Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang ada di Tanjung Gelap hanya berada pada kisaran Kandang pelepasan, Pertigaan Bali Tower, Belakang Bali Sadle, dan Pertigaan Monsoon Forest.
Adapun hasil inventarisasi pada periode Oktober 2008, yang dilakukan oleh para Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Taman Nasional Bali Barat, diketahui bahwa jumlah Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang terpantau pada wilayah sebaran Teluk Berumbun sebanyak 14 ekor termasuk 1 anakan dari 32 ekor yang dilepas. Sedangkan pada wilayah hunian Tanjung Gelap sebanyak 16 ekor termasuk 1 anakan dari 20 ekor yang telah dilepas sehingga jumlah keseluruhan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang ada di kawasan Taman Nasional Bali Barat (alam liar, selain di Pusat Penangkaran Jalak Bali Tegal Bunder) sebanyak 30 ekor. Sehingga terjadi penyusutan sebanyak 22 ekor dari total yang dilepas, belum termasuk keberhasilan beberapa anakan yang pada saat inventarisasi tidak ditemukan.

Faktor Pembatas
a.    Daya Biak
Pada Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang ada di habitat dari hasil monitoring para petugas lapangan yang ada di lingkup BTNBB menyatakan bahwa Jalak Bali berkembang biak rata-rata 1 s/d 2 kali dalam setiap musim pada pasangan yang sama, namun hal itu bisa tidak terjadi akibat dari beberapa gangguan predator dan pesaing penguasa sarang yang ada . Pada keberhasilan anakan (telur menetas) rata-rata berjumlah antara 1-2 ekor anakan pernah terjadi 3 anakan namun hal itu terjadi sangatlah langka. Belum lagi jumlah populasi yang tergolong sedikit sangat dikawatirkan nantinya terdapat perkawinan yang sedarah sehingga anakan menjadi tidak normal . Sehingga dalam hal ini perlu adanya penelitian/ kajian berapa idealnya populasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) mendiami suatu luasan habitat.
b.    Kondisi Habitat
Pada intinya suatu binatang (satwa liar) akan bertahan hidup pada suatu tempat (habitat) , tidak berpindah dan dapat berkembang biak dengan baik karena habitatnya dapat memenuhi kebutuhan hidup mulai dari kebutuhan akan air, makan, tempat berlindung (cover), tempat bersarang dan keseimbangan antara populasi suatu satwa dengan predator serta satwa yang bersimbiosis menguntungkan atau yang menjadi pesaingnya. Adapun hal tersebut biasa disebut faktor-faktor pendukung suatu habitat yang ideal.
c.  Sumber Air
Pada kenyataannya mulai dahulu habitat Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang ada di Semenanjung Prapat Agung tidak ada sumber air tawar, disana hanya terdapat kubangan-kubangan air payau yang pada saat air laut pasang terdapat genangan, sebaliknya pada saat air laut surut menjadi kering hal ini dimungkinkan menjadi faktor semakin menurunnya populasi. Namun saat ini telah dilakukan upaya pembinaan habitat melalui pemberian bak-bak satwa kecil yang diletakkan pada sekitar sangkar pengadaptasian Jalak Bali Leucopsar rothschildi) sebelum dilakukannya pelepasan.
d.  Vegetasi
Seperti pada umumnya satwa liar pasti akan membutuhkan tumbuh-tumbuhan untuk bahan makanannya maupun sebagai tempat perantara mencari makan (hunting food) serta dapat digunakan untuk berlindung dari serangan predator. Pada habitat Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) vegetasi yang menyusun habitat Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yaitu adanya hutan mangrove, hutan musim yang didominasi pohon Talok (Grewia koordersiana), Walikukun (Schoultenia ovata), Pilang (Acasia leucoplea), Tekik (Albizzia lebeckioides), Kemloko (Phylantus emblica), Kesambi (Schleichera oleosa), Laban (Vitex pebescens), Putian (Symplocos javanica), Krasi (Lantana camara) dan Kayu Pait (Strycnos lucida). Pada musim kemarau pada jenis-jenis pohon yang terdapat pada formasi hutan musim menjadi mengering dan terasa ektrim untuk kehidupan liar yang ada, sedangkan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) pada umumnya juga perlu pemenuhan protein nabati dari tumbuh-tumbuhan tersebut. Kemudian pada tumbuh-tumbuhan yang ada tersebut merupakan tempat Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) juga mencari jenis serangga sebagai jenis pakan favoritnya tetapi pada waktu musim kemarau hal itu sangat sulit didapatnya karena suhu yang panas akibat kemarau panjang sehingga terjadi penurunan kualitas habitat.
e. Predator
 Seperti kita kitahui Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang ada dihabitat sekarang ini merupakan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang secara keseluruhan merupakan hasil lepasan dari penangkaran yang mulanya terkena rasa ketergantungan oleh manusia sehingga perlu adanya adaptasi yang lama terhadap habitat yang dihuninya karena jenis predator pada kenyataannya cukup beraneka ragam mulai dari Elang Perut Putih (Haliaetus loeucogaster), Elang Ular (Spilornis chela), Alap-alap Capung (Microhierak fringilarius), Biawak (Varanus gauldi), Ular, Musang hitam dan kucing hutan. Pada rentang waktu ±1 tahun berawal dari pelepasan sampai dengan kegiatan inventarisasi yang dilakukan pada 2008 ini ternyata banyak kejadian yang berindikasi pada penyerangan predator terhadap Jalak Bali (Leucopsar rothschildi). Penemuan-penemuan barang bukti Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang diindikasikan adanya serangan dan pemangsaan dari predator mayoritas ditemukan dekat sarang yang dikuasainya berupa bulu-bulu serta sisa kaki dan ring warna maupun ring nomor identitas .
f.  Satwa Pesaing
 Satwa pesaing ini ternyata berpengaruh pada keberhasilan peningkatan populasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) terbukti dengan adanya kejadian jenis burung Raja Udang melakukan perebutan kekuasaan wilayah sarang gowok yang ada dihabitat, Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang merupakan hasil dari lepasan penangkaran ada yang kalah bersaing dan mengakibatkan luka parah dengan berakhir pada kematian . Begitu juga pada lebah madu, mereka juga merupakan pesaing dalam penguasaan sarang gowok yang ada.
g.  Indikasi Tempat bersarang
 Pada dasarnya Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dalam mempatkan telurnya tidak seperti halnya jenis burung lain yang mampu membuat sarangnya dengan menata ranting dan semak pada dahan atau tajuk pohon. Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) meletakkan telurnya pada rongga-rongga pohon alami atau bekas sarang gowok jenis burung bultok maupun pelatuk sedangkan dihabitatnya dapat terbilang sangat minim adanya sarang gowok alami yang diindikasikan dapat digunakan sebagai sarana untuk menetaskan telurnya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa endemik yang hanya dapat ditemukan di Pulau Bali dan keberadaanya hampir punah. Habitatnya berada di hutan hujan dataran rendah. Morfologi L. Rothschildi ini terdiri dari jambul, paruh, bulu, mata, kaki, dan ukuran. Faktor yang membatasi distribusi dari L. rothschildi ini adalah sumber air, predator, binatang pesaing, tempat bersarang, vegetasi, kondisi habitat, dan daya biak.
Saran
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah serta warga sekitar melakukan upaya pelestarian Jalak Bali ini agar kepunahan tidak terjadi. Pelestarian ini dapat dilakukan dengan konservasi ex-situ. Selain itu, undang-undang tentang perlindungan Jalak Bali sebaiknya dilakukan secara bersungguh-sungguh.

Tidak ada komentar: