Rabu, 30 November 2011

KESELAMATAN DAN KEAMANAN PANGAN

Memasuki era global, perilaku konsumtif masyarakat akan berbagai kebutuhan seperti sandang dan  papan mengalami perubahan, tidak terkecuali  masalah pangan. Masyarakat sekarang cenderung memilih makanan yang serba instan tanpa peduli akan akibat jangka panjang yang ditimbulkan. Keselamatan  pangan merupakan  masalah penting yang dapat dikelola melalui rantai makanan sejak dari pertanian sampai dengan dihidangkan. Konsekuensi yang timbul dari kontaminasi pangan dapat menjadi sebuah bencana besar .
Untuk menyikapi masalah ini, perlu dilakukan usaha pembenahan dan pemberdayaan pangan.
Transgenik menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi masalah tersebut. Walaupun demikian, produk transgenik tidak dapat dijadikan acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang sehat. Beberapa produk transgenik juga memiliki dampak buruk bagi kesehatan.
Transgenik adalah penyisipan gen baik ke organisme yang dikehendaki, seperti binatang maupun tumbuhan dengan tujuan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada keturunan yang sebelumnya. Salah satu contohnya yaitu tanaman yang tahan terhadap hama. Pembuktian organisme transgenik sampai keturunan F7.
Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama dilakukan identifikasi atau pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat yang diinginkan). Gen yang diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan, cendawan, atau bakteri. Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen. Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen pembawa DNA), contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer gen).Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen asing tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun.
Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen asing.Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas. Apabila telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati.
Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
a.     metode senjata gen
Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil. Metode ini sering digunakan pada spesies jagung dan padi.Untuk melakukannya, digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman. Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel tanaman.Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan berlangsung.
b.     metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens
Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens. Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami karena memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing.Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk menyebabkan penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti.[14] Selanjutnya, A. tumefaciens secara langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA) tanaman.Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.

c.    Metode elektroforasi (metode transfer DNA dengan bantuan listrik)
Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan menerima gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas (sel yang kehilangan dinding sel).Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan voltase tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing dapat masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman.Kemudian, dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.

DAMPAK BURUK TANAMAN TRANSGENIK
Tanaman yang dihasilkan melalui teknik rekayasa genetika pun dapat diproduksi dalam waktu yang singkat, sehingga produktifitasnya menjadi lebih baik.
Monsanto mempercayakan studi untuk membuktikan efek buruk produk tanaman GMO (Genetically Modified Organism) pada peneliti Perancis, Dr Gilles Eric Seralin dari University of Caen.
Hewan percobaan diberi 3 strain produk jagung GMO yang tahan pestisida. Ketiga jenis produk tersebut kemudian diberikan pada tikus percoban. Setelah 3 bulan, terdapat keganjilan fungsi liver dan ginjal tikus yang diuji.
Makin tinggi konsentrasi hormon, diduga semakin besar resiko kerusakan organ liver dan ginjal. Hasil studi ini dilaporkan dalam the International Journal of Microbiology.
"Hasil studi kami tidak menunjukkan adanya racun, hanya gejala keracunan. Tapi kami yakin ini bukan racun yang akut, namun tidak ada yang bisa menjamin juga produk itu tidak memiliki efek kronis," ujar Dr Seraliin seperti dilansir Dailymail, Jumat (22/1/2010).

STUDI HEMATOLOGI IKAN AIR TAWAR

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah, dan komponen-komponennya. Salah satu pembahasan dalam jurnal ini adalah pengaruh darah dalam morfologi ikan air tawar.Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Oreochromis niloticus, Clarias gariepinus, Cyprinus carpio,dan  Ctenopharyngodon idella.
Dari hasil penelitian tersebut dinyatakan bahwa banyak eritrosit berbanding terbalik dengan ukuran tubuh ikan, makin banyak eritrosit, makin kecil ukuran tubuh. Hal ini berarti banyak eritrosit tidak berpengaruh, dan tidak dapat dijadikan sebagai acuan untuk semua jenis hewan, hanya dapat digunakan untuk tiap-tiap jenis hewan karena tidak ada kesamaan pada semua jenis hewan jika ditinjau dari banyaknya eritrosit tersebut. Ukuran banyak eritrosit juga tidak memiliki pengaruh terhadap perbedaan sex, betina dan jantan, hal ini juga berlaku pada kuantitas eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit, neutrofil.
Menurut Jain (1986) jumlah eritrosit tergantung umur, jenis kelamin, hormon, dan lingkungan, dan juga musim.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit ikan adalah spesies, bangsa, umur, aktivitas otot, eksitasi, dan masa estrus (Coles, 1986, Jain, 1986)
Perbedaan pada eritrosit dan leukosit, dalam penelitian ini dimungkinkan karena perbedaan lingkungan tempat hidup, jenis, umur, dan aktivitas.
Bentuk limfosit kadang tidak dapat dibedakan dengan trombosit, walaupun trombosit memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan limfosit. Kesalahan dalam menghitung limfosit ini akan dapat menyebabkan kesalah diagnostik (Roberts, 1989).
Jadi, berdasarkan jurnal tersebut, kami berpendapat, bahwa morfologi dan anatomi tidak dapat dipisahkan. Keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Morfologi dan anatomi ini juga memmiliki kaitan yang erat dengan lingkungan tempat individu tinggal, sebagai contoh, manusia yang hidup di dataran rendah dan dataran tinggi. Manusia yang hidup di dataran tinggi tentu memiliki kadar eritrosit dan Hb tinggi yang sangat berguna untuk mengikat O2 dari udara bebas, karena udara di dataran tinggi lebih sedikit kadar O2 nya. Oleh karena itu,kebutuhan  utuk respirasi ini juga memberikan morfologi yang berbeda dengan orang yang hidup di datara tinggi dengan suhu dingin, dengan manusia yang hidup di dataran rendah dengan suhu panas. Salah satu perbedaan morfologi ini adalah bentuk hidung.
Jadi dalam mempelajari sebuah ilmu khusus seperti hematologi, struktur dan perkembangan hewan tidak dapat dipisahkan, dalam hal ini secara morfologis individu,dan semuanya terhubung dalam satu lingkungan yang menyebabkan sebuah keterkaitan dan saling berhubungan erat.